Hanuang.com – Pemerintah Kabupaten Lampung menggelar pertemuan Diseminasi Audit Kasus Stunting di Lampung Selatan, yang berlangsung di Aula Krakatau Kantor Bupati setempat, Rabu, (28/12/22).
Hadir dikesempatan tersebut, Pelaksana tugas (Plt) Staf Ahli Bidang Keuangan Setdakab. Lampung Selatan, Syamsiah, Ketua Penguatan Kapasitas Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Lampung Selatan, Hj. Winarni Nanang Ermanto dan jajaran terkait lainnya.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dalduk KB) Kabupaten Lampung Selatan, Rika Wati mengatakan, dalam rangka diseminasi audit stunting ini merupakan acara yang kedua kali, baik di Kecamatan Natar maupun kegiatan yang dilaksanakan di kecamatan Kalianda.
“Audit kasus stunting adalah salah satu kegiatan prioritas rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting di Indonesia, yang tertuang di dalam peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia,” ujarnya.
Rika Wati juga menyampaikan, tim audit stunting dibentuk dan disahkan melalui surat keputusan pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat Kabupaten Lampung Selatan, pada tanggal 3 Oktober 2022 yang secara umum bertujuan untuk mencari penyebab terjadinya kasus stunting dan rencana tindak lanjut dalam antisipasi kejadian serupa di wilayah Kabupaten Lampung Selatan.
“Pada tanggal 9 Desember 2022 tim audit status stunting sudah melakukan identifikasi dan manajemen audit di desa Pematang Kecamatan Kalianda, dengan memiliki beberapa sasaran,” ucapnya.
“Dengan ini harapannya adalah kegiatan kajian hasil dari tim pakar dapat sama-sama ditindaklanjuti untuk Lampung Selatan yang lebih baik dan bebas stunting,” ucapnya lebih lanjut.
Sementara, Ketua TPPS Kabupaten Lampung Selatan, Hj. Winarni Nanang Ermanto mengungkapkan, dalam pertemuan diseminasi audit kasus stunting di Lampung Selatan ini harus menetapkan satu persepsi.
“Kita disini sama-sama menetapkan satu persepsi, dalam membahas kriteria stunting itu apa dan kita menjadi satu pembahasan, dimana tidak semua yang pendek itu merupakan ciri stunting, jadi memang mempunyai kriteria khusus yang dinamakan stunting jadi pembahasan kita sudah ditetapkan,” ungkap Winarni.
Winarni menuturkan, kata kunci dari status stunting usia balita 2 tahun, belum bisa dinyatakan stunting karena masih ada upaya yang masih bisa dilakukan untuk memperbaiki gangguan gizi yang dialami oleh balita tersebut.
“Dan kalau di bawah 2 tahun itu belum ditetapkan stunting yang permanen karena itu masih bisa diubah. Karena masih bisa dirubah dengan edukasi kita lakukan bersama, karena yang pendek belum tentu stunting tapi yang stunting sudah pasti pendek,” tuturnya.
“Orang yang pendek tapi tidak stunting dia pasti aktif dan memiliki kecerdasan. Salah satu fakta responden yang diambil menunjukkan bahwa terdapat balita dalam kondisi stunting dan gangguan gizi menuju stunting, untuk itu kita harus memiliki sumber data yang baik dan terkategori antara balita stunting maupun prevalensi agar kita dapat menemukan upaya yang tepat dalam menanganinya,” tandasnya. (Nsy)