Hanuang.com

Ini Pernyataan Ketum Ormas GML Terkait Pembangunan Breakwater di Pesisir Rajabasa Lamsel

Tsunami Selat Sunda 2018

Hanuang.com – Masih ingatkah dengan Tsunami Selat Sunda Tahun 2018 tepatnya pada 22 Desember 2018 yang menyebabkan sedikitnya 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang akibat peristiwa itu.

Selain itu terjangan air laut menyebabkan ratusan bangunan dan hunian warga rusak parah dan meluluhlantakkan wilayah pesisir Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan.

Berada di kawasan Cincin Api Pasifik, Indonesia menjadi tempat bagi 127 gunung api aktif dan peristiwa gempa bumi besar setiap tahunnya. Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda, salah satu di antara gunung api tersebut, merupakan gunung api yang muncul pada tahun 1927 setelah letusan Gunung Krakatau pada 1883. Letusan gunung ini merupakan salah satu yang mematikan sepanjang sejarah, menyebabkan mega tsunami, dan gelombang awan panas, menewaskan lebih 30.000 jiwa, serta membuat kawasan sekitar letusan gunung tertutup abu vulkanik dan menghancurkan pesisir Banten dan Lampung.

Beberapa bulan sebelum tsunami terjadi, Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan aktivitas, dengan terjadinya letusan pada 21 Desember 2018 selama 2 menit hingga menyemburkan abu vulkanik setinggi 400 meter (1300 ft).

Pada pukul 21:03 WIB (14:03 UTC), Anak Krakatau meletus dan merusak peralatan seismografi terdekat, meskipun suatu stasiun lain mendeteksi getaran terus-menerus. Pada pukul 21:27 WIB, BMKG mendeteksi suatu tsunami di pesisir barat Banten, meskipun tidak ada peristiwa tektonik. Menurut fakta yang ada, terjadi longsoran dari Gunung Krakatau sebanyak 64 hektare yang memicu goncangan yang berujung kepada tsunami. Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho merilis sebuah pernyataan yang menghubungkan tsunami dengan pasang tinggi dan longsor bawah laut yang disebabkan oleh letusan Anak Krakatau. Menurut kesaksian Indira Rezkisari (wartawan Republika) yang menyaksikan detik-detik terjadinya tsunami, sebelum terjadinya tsunami itu memang sempat terdengar dentuman keras dari laut. Selain itu pula, Republika 24 Desember mencatat bahwa bencana menerpa tanpa adanya peringatan dini dari sensor tsunami.

Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi untuk perairan sekitar selat Sunda. Tercatat tinggi gelombang tsunami berkisar 90 sentimeter (35 in) di Serang dan 30 sentimeter (12 in) di Lampung, dengan ketinggian maksimal 2 meter (6,6 ft). Ihwal gelombang itu pun sempat tercatat dalam cuitan Twitter BMKG, sebelum pada akhirnya dihapus pada pukul 01.01 WIB. Namun pada akhirnya, BMKG memverifikasi bahwa tsunami memang terjadi pada sekitar 21.30 WIB, beriringan dengan kondisi gelombang tinggi karena bulan purnama di Selat Sunda pada 21-25 Desember.

Breakwater

Pemecah gelombang atau dikenal sebagai juga sebagai pemecah ombak atau bahasa Inggris breakwater adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan ombak/gelombang, dengan menyerap sebagian energi gelombang. Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai dan untuk menenangkan gelombang di pelabuhan sehingga kapal dapat merapat di pelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.

Pemecah gelombang harus didesain sedemikian sehingga arus laut tidak menyebabkan pendangkalan karena pasir yang ikut dalam arus mengendap di kolam pelabuhan. Bila hal ini terjadi maka pelabuhan perlu dikeruk secara reguler.

Mungkin adanya proyek pembangunan breakwater tersebut karena mengingat kejadian Tsunami Selat Sunda 2018 lalu.

Melihat pembangunan tarap Nasional yang dimenangkan oleh PT. Basuki Rahmanta Putra (BRP) selaku kontraktor banyak menimbulkan pro/kontra di lokasi.

Mulai dari jalanan berdebu jika tak disiram, yang dapat menyebabkan Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) kepada pengendara dan warga sekitar. Namun jika disiram, Jalanan tersebut menjadi licin yang ditenggarai dapat menyebabkan kecelakaan kendaraan. Lalu lalang kendaraan bermuatan batu dari subkontraktor banyak menyebabkan macet dan lainnya.

Melihat hal itu, Ormas Gema Masyarakat Lokal (GML) angkat bicara dan mengeluarkan pernyataan sikap yakni :

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Tabik pun…!!!

GML-Bersatu
Lokal-Maju
Lokal kita Indonesia

Pernyataan Sikap Ormas GML sekaligus press releas terbuka terkait Pembangunan water break di pesisir pantai seputaran Gunung Rajabasa.

Sebagai Ketua Umum (Ketum) Ormas GML, saya meminta petunjuk kepada beberapa pengikhan (Pangeran) serta menyerap masukan dari Pangeran Sai Batin Lima Marga terkait dampak lingkungan yang luarbiasa merusak tatanan alam serta merusak insfrastruktur Kabupaten Lampung Selatan dan perilaku pemborong yang sembrono dalam tata cara pembangunan sehingga banyak merugikan masyarakat.

Atas Restu para Pengikhan Sai Batin Lima Marga sebagai pemilik kedaulatan masyarakat adat. Kami menyatakan sikap.

  1. Mendukung pembangunan water break untuk kemaslahatan masyarakat di pesisir pantai seputaran gunung Rajabasa selama tidak ada dampak yang merugikan masyarakat.
  2. Meminta kepada para kontraktor para subcont dan seluruh jajaran rekanan yang terlibat dalam pembangunan Water break untuk tetap menjaga tatanan warisan keindahan alam jangan sampai berdampak pada kerusakan alam yang terus meluas semakin memprihatinkan.
  3. Kami Ormas GML akan melakukan investigasi jika pembangunan Water Break ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, maka sikap kami akan segera menghentikanya.

Sekian Pernyataan sikap Resmi Ormas GML ini agar semoga menjadi jalan kemaslahatan untuk masyarakat luas.

Tabik…!!!

Wasalaikumsalam, Wr. Wb.

Ttd. Ketua Umum
Rizal Anwar.

Share

BERITA TERBARU