Hanuang.com – Asosiasi Unit Pengelola Kegiatan (UPK), Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah untuk mencabut pasal 73 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), beserta turunannya.
Dikarenakan isi pasal 73 tersebut, dinilai sangat tidak sesuai dengan sistem pengelolaan UPK DAPM yang sudah berjalan selama ini. Itulah mengapa asosiasi UPK DAPM NKRI menuntut agar pasal 73 dicabut.
Para orator dalam aksi damai di halaman Monas Jakarta pusat yang diikuti oleh 19 Provinsi perwakilan UPK DAPM se-Indonesia. Senin, (23/5/22).
Setelah mengkaji lebih mendalam, baik secara formal maupun material. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya pasal 73 PP 11/2021 tentang Bumdes, maka sepakat untuk menyampaikan petisi yang disampaikan melalui aksi damai itu diantaranya
- Cabut pasal 73 PP 11/2021 tentang Bumdes beserta turunannya / Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 15 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembentukan Pengelola Kegiatan Dana Bergulir Masyarakat Eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Menjadi Bumdes Bersama (Bumdesma).
- Terbitkan PP tentang DAPM seperti yang sudah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN, tepatnya dalam lampiran Buku II Bab I halaman 85.
- Segera hentikan kebijakan Kemendes PDTT berkaitan pengalihan eks PNPM Mandiri Perdesaan menjadi Bumdes Bersama, agar tidak terjadi benturan hukum / kegaduhan maupun disharmoni, sehingga mengancam kelestarian dana amanah pemberdayaan masyarakat yang pada dasarnya milik kelompok masyarakat penerima BLM/ Bansos Program Jaring Pengaman Sosial.
Orator Asosiasi UPK DAPM NKRI mengatakan, adanya pasal 73 PP 11/2021 tersebut menyebabkan kegelisahan di semua UPK DAPM secara nasional.
“UPK DAPM selama ini bekerja secara mandiri, jika mengikuti pasal 73, maka UPK DAPM harus bertransformasi menjadi Bumdesma. Padahal, UPK DAPM sudah berbadan hukum, Berarti harus dibubarkan. Aset dialihkan ke Bumdesma, pengalihan pengelolaan, penyesuaian tata kelola ini itu,” Ucap Orator Asosiasi UPK.
“Mestinya, yang sudah berjalan baik, difasilitasi, dilindungi dan dikembangkan. Tidak perlu dipaksa bertransformasi ke Bumdesma, namun UPK DAPM justru bisa bersinergi dengan Bumdes yang sudah ada,” Lanjutnya.
Setelah program PNPM Mandiri Perdesaan berakhir pada 2014, pengelolaannya menjadi UPK DAPM sesuai surat edaran Menkokesra dan Perpres 2/2015, yang di badan hukumkan sesuai peraturan perundang-undangan.
“Jika UPK DAPM harus bertransformasi menjadi Bumdesma, bisa dibilang degradasi perkembangan. Karena selama ini, kami sudah berjalan secara mandiri. Dibentuk masyarakat dan untuk masyarakat,” tutup orator dalam aksi damai tersebut.
Diketahui aksi damai yang disertai penandatanganan petisi itu berlangsung di ibu kota indonesia tepatnya, di patung kuda area tugu monas, Jakarta Pusat. (Ades/Jasmin)